Penulis: Tanti Kosmiyati Kostaman (Yogyakarta)
Kemajuan jaman telah membuat masyarakat
Indonesia sekarang ini menjadi pragmatis, dimana mereka menjadi sangat
efisien dan berorientasi pada keuntungan pribadi. Sekarang, individu
enggan melakukan sesuatu jika hal itu tidak memberikan keuntungan
maksimal baginya.
Dalam konteks tersebut, mengunjungi perpustakaan kini dipandang sebagai hal yang tidak praktis, sehingga perlahan-lahan
praktek tersebut ditinggalkan. Karena sekarang ini sudah ada banyak hal
yang bisa menggantikan fungsi perpustakaan dalam kehidupan sehari-hari, yang jauh lebih praktis. Misalnya untuk
hiburan. Daripada jauh-jauh ke perpustakaan untuk membaca, ada televisi
yang siap memberikan hiburan selama 24 jam. Atau jika membutuhkan suatu
informasi, daripada jauh-jauh membongkar buku-buku di perpustakaan, ada
internet yang bisa memberikan jutaan informasi dengan sekali ketik.
Padahal, perpustakaan masih mengandung
segudang manfaat, yang sayang jika disia-siakan. Menonton film dan
membaca buku adalah dua hal yang berbeda, meski esensinya sama-sama
memberi hiburan. Pun mengenai informasi, internet tidak selalu bisa
memberikan apa yang bisa diberikan buku-buku di perpustakaan.
Kita memang tidak bisa menghentikan
perubahan masyarakat. Kemunculan media baru tentunya memberikan banyak
manfaat. Namun, alangkah baiknya jika kita bisa membuat masyarakat tetap
memelihara nilai-nilai lama, meskipun mereka juga telah melangkah ke
dunia yang baru. Menonton televisi dan membaca buku di perpustakaan
adalah hal yang bisa sama-sama dilakukan. Dalam hal pencarian informasi
pun, internet dan perpustakaan bisa saling melengkapi sehingga sumber
dan ragam informasinya bisa menjadi lebih dalam dan kaya.
Kondisi tersebut bukan hal yang tidak
mungkin. Asal bisa mencari cara yang tepat, maka kita bisa menumbuhkan
kembali kecintaan terhadap perpustakaan pada masyarakat yang telah
menjadi semakin pragmatis ini. Yang diperlukan adalah perlakuan yang
tepat. Dalam tulisan ini, sistem imbalan diasumsikan sebagai solusi yang
tepat dalam usaha tersebut.
I. Permasalahan
Dalam artikel ini, permasalahan yang
diangkat adalah metode seperti apa yang cocok untuk menumbuhkan kembali
rasa cinta perpustakaan pada masyarakat yang kini bersifat pragmatis.
Metode tersebut harus tepat mengenai sasaran, sehingga tidak sia-sia
setelah dilaksanakan.
II. Tujuan
Tujuan ditulisnya artikel ini adalah sebagai masukan dalam upaya peningkatan kualitas perpustakaan,
sehingga tempat tersebut akan kembali menjadi sumber utama masyarakat
dalam mencari informasi dan hiburan dalam kehidupan sehari-hari.
III. Landasan Teori
Teori tindakan ekonomi adalah
teori yang menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk ekonomis yang selalu
berusaha mengeluarkan usaha sesedikit mungkin untuk hasil yang maksimal
(ruangguruips.blogspot.com).
Sistem imbalan yang memiliki istilah
lain kondisioning operan dikemukakan oleh B.F Skinner, seorang psikolog
Amerika. Ia berpendapat bahwa manusia akan cenderung mengulangi
perilakunya jika mendapat imbalan yang positif, dan tidak akan
mengulangi perilaku yang membuatnya mendapatkan respon yang negatif
(Santrock, 2005). Teori sederhana ini telah banyak diaplikasikan
terhadap berbagai macam perilaku dan sikap masyarakat dewasa ini.
IV. Pembahasan
1. Masyarakat yang pragmatis
Sudah menjadi bawaan manusia untuk selalu mengaplikasikan prinsip opportunity cost:
mengeluarkan usaha sesedikit mungkin untuk mendapat hasil yang
maksimal. Kemajuan teknologi mempermudah usaha tersebut: sekarang,
bermunculan aneka media praktis yang membuat manusia bisa mendapatkan
apa yang diinginkannya dengan mudah.
Hal inilah yang membuat perpustakaan
sekarang mulai kehilangan tempat. Apa yang bisa diberikan perpustakaan,
seperti hiburan dan informasi, bisa diberikan oleh media lain yang lebih
mudah diakses dan lebih praktis. Masyarakat yang cenderung memilih
media yang lebih menguntungkan, tentunya tidak akan memprioritaskan
perpustakaan sebagai pilihan utama mereka.
Tetapi, tidak berarti masyarakat akan
seratus persen kehilangan minat terhadap perpustakaan. Jika mengunjungi
perpustakaan bisa memberikan sesuatu bagi mereka, sesuatu yang tidak
akan didapat dari tempat lain, tentunya mereka akan mau kembali ke
perpustakaan.
Yang mengejutkan, jika kita menilik
keadaan di luar negri, ternyata kelangsungan hidup perpustakaan masih
berjalan dengan lancar. Padahal, masyarakat disana pun tidak kalah
pragmatis dengan masyarakat Indonesia. Apa yang membuat kondisinya
berbeda? Pengelolaan yang profesional, yang juga mempertimbangkan sifat
pragmatis masyarakat tersebut, serta menyisipkan prinsip imbalan dalam
sistem mereka.
2. Perpustakaan dan sistem imbalan
Yang dimaksud dengan imbalan, tidak
berarti harus berupa hadiah langsung. Tetapi, imbalan tersebut bisa
dalam berbagai macam bentuk. Yang penting adalah, kita bisa membuat pengunjung perpustakaan merasa mendapatkan sesuatu yang ‘lebih’, suatu hadiah yang tidak dia
dapat jika berkunjung ke tempat lain. Tentunya, imbalan ini juga mesti
disesuaikan dengan karakteristik pengunjung: anak-anak akan tertarik
pada imbalan yang berbeda dengan orang dewasa.
Sebagai contoh konkretnya, untuk
anak-anak, imbalan yang bisa diberikan dibuat hari-hari khusus dimana
petugas perpustakaan akan membacakan buku bagi anak-anak, dan dalam
acara tersebut akan diadakan kuis dan pembagian hadiah. Memang nantinya
niat anak-anak itu tidak murni untuk membaca, tapi yang penting niat
untuk datang ke perpustakaan terbangun dulu. Imbalan lainnya bisa berupa
pemberian hadiah bagi pengunjung anak-anak yang telah meminjam sampai
sepuluh kali. Inilah yang membuat perpustakaan menjadi berbeda dengan
televisi, yang tidak akan memberikan hadiah apapun meskipun mereka
menontonnya berkali-kali.
Bagi remaja, bisa diadakan kontes
meresensi buku perpustakaan. Ini akan merangsang kreatifitas mereka, dan
membuat mereka semakin sering mencari buku-buku bermutu di
perpustakaan. Kontes yang dibuat dengan hadiah menarik, pasti akan
menarik minat remaja, sehingga mereka mau menghabiskan sebagian waktu
bergaulnya di perpustakaan.
Cara lainnya adalah dengan mengubah imej
perpustakaan. Entah mengapa ada imej bahwa perpustakaan adalah tempat
bagi orang yang kurang gaul, bisanya hanya belajar. Ini membuat banyak
remaja enggan menginjakkan kaki di perpustakaan, sesuai dengan prinsip
kondisioning operan juga: Jika mereka menginjakkan kaki di perpustakaan,
mereka akan mendapat cap ‘kuper’, sebuah hukuman yang tidak
menyenangkan.
Maka, kita bisa membuat perpustakaan
menjadi sebuah tempat yang keren menurut parameter remaja: Desain yang
modern, koleksi buku yang lengkap, ruang baca yang nyaman, mading dan
papan informasi yang up to date, bahkan bisa dibuat kafe untuk
pengunjung yang merasa haus dan lapar setelah membaca. Itu bisa
menghilangkan kesan suram dari perpustakaan, sehingga hilanglah halangan
bagi remaja untuk masuk ke dalamnya.
Bagi orang dewasa, bisa dibuat klub
membaca yang memungkinkan para pengunjung saling bertukar pikiran
tentang buku yang mereka baca. Ini adalah imbalan yang tidak bisa mereka
dapat dari tempat lain: Di klub baca perpustakaan, mereka akan bertemu
orang-orang dengan minat yang sama, yang membicarakan hal yang sama.
Tempat yang tepat untuk mengistirahatkan diri dari penatnya pekerjaan.
Imbalan lain yang bisa diberikan
perpustakaan adalah temu penulis. Sekarang ini semakin banyak penulis
bermutu muncul dan menjadi idola masyarakat, dari mulai anak kecil
hingga orang dewasa. Meskipun telah membaca bukunya, tentu sebagai
penggemar, mereka tidak akan melewatkan kesempatan bertemu dengan
penulis idolanya di perpustakaan. Ketika perjumpaan terjadi, akan
tercipta kesan yang baik tentang perpustakaan:
tempat dimana kita bisa berada dalam satu dunia dengan penulis
kesukaan. Maka, akan timbul rasa untuk kembali lagi mengunjungi
perpustakaan.
Bukan hanya kegiatan yang bisa menjadi
imbalan daya tarik bagi masyarakat. Desain ruangan pun bisa membuat
pengunjung merasa mendapatkan ‘sesuatu’ dari perpustakaan. Maka, desain
perpustakaan mestilah dibuat senyaman mungkin, agar pengunjung mau
mengulangi kunjungannya. Jika mendapatkan lingkungan yang tidak nyaman,
maka prinsip kondisioning operan juga berlaku: orang akan cenderung
untuk meninggalkan perilaku tersebut.
V. Kesimpulan
Kita masih bisa menumbuhkan kembali rasa
cinta perpustakaan pada masyarakat yang pragmatis, asalkan mau
menyesuaikan metodenya dengan karakteristik mereka. Pada masyarakat
dengan karakteristik seperti itu, maka sistem imbalan bisa menjadi
solusi. Dengan sistem tersebut, diharapkan masyarakat akan mau
mengunjungi perpustakaan berkali-kali setelah mereka mendapatkan imbalan
yang tidak bisa mereka dapat dari tempat lain. Bentuk imbalan tersebut
mesti berbeda-beda sesuai dengan usia dan karakteristik pengunjung.
VI. Saran
Kita mesti bisa menjadi lebih kreatif
dalam mencari jenis-jenis imbalan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat
masyarakat. Imbalan yang tidak berubah dan itu-itu saja juga akhirnya
akan membuat masyarakat menjadi bosan. Jadi, sistem imbalan tersebut
mestilah kreatif dan mengikuti dinamika perubahan masyarakat.
VII. Referensi
Santrock, J.W. 2005. Psychology. New York: Mc.Graw Hill.
Sja’roni, M. Anshor. 2008. Tindakan, Motif, dan Prinsip Ekonomi. http://ruangguruips.blogspot.com/2008/02/tindakan-ekonomi -berdasarkan-motif-dan.html. Diakses pada 28 September 2009.
|
Lokasi
https://goo.gl/maps/sHQx3zNBn9bhHFuR8
Translate
Sabtu, 21 Juli 2012
MENUMBUHKAN RASA CINTA PERPUSTAKAAN PADA GENERASI PRAGMATIS : KETIKA IMBALAN BERKATA BANYAK
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar